Fairmummy.blogspot.com

Friday, 3 August 2012

Senja Pantai Maleber 8


Aku takut ucapanmu itu hanya untuk mempermain-mainkan hati dan perasaankuseperti yang telah dilakukan oleh Yusri suatu waktu dulu. Menyatakan cintanya. Memberikan aku harapan tetapi kemudiannya meninggalkan aku tanpa sebarang pesan hingga ke saat ini. Bagaimana keadaannya sekarang? Haqimi, itulah yang kurasakan di saat ini. Mustahil, kau tidak mempunyai teman istemewa di hatimu. Sedangkan aku? Aku tidak ingin kecewa lagi. Tak ingin!!!
Diusap pipinya. Tersenyum pahit sambil berjalan menuju ke batu yang sering diduduki oleh Haqimi di saat dia menunggu mentari terbit dan terbenam. Kenangan ini semakin merejam di hatinya. Memendamkan kerinduannya. Seandainya, Shafik tidak menceritakan kesungguhan pemuda itu cuba menghilangkan kenangannya bersama Liza, kekasih yang di cintainya, tentu dia tidak akan terseksa seperti ini.
Debaran ombak yang menerpa batu seakan merasakan kesedihan yang telah di alaminya.
“ Mungkin sudah takdir… kita tak dapat bersatu,” desisnya memecah kesenyapan deruan ombak.
“ Qimi”
Ditatapnya mega yang menjingga di ufuk timur.
“ Tak akan ku kuburkan perasaan ku ini padamu. Aku akan tetap mencntai dirimu seperti mentari yang selalu hadir di ufuk timur dan terbenam di barat. Akan ku tunggu kehadiran sinar di keesokan harinya…”
Sunyi.
….mentari memang indah di saat terbitnya.
Pun begitu, di saat terbenamnya…Sayang…
Di antara keduanya, antara terbit dan terbenam serta terbenam dan kembali terbit, kosong oleh ketikan dan kesenyapannya yang gelap.
Di situlah akan kita isi dengan perasaan dan mimpi kita…
“ Bagaimana? Okey tak puisi ini…?
Amira terkejut lalu menoleh ke arah suara yang dating di belakangnya. Suara itu pernah di denganya dan dia tahu suara itu jualah yang amat dirinduinya.
Matanya kembali menangkap sepasang mata yang menyorotkan ketulusan sekeping hati, sama seperti enam bulan lalu.
Dan dia rupanya bukan bermimpi!!
Amira tersenyum di saat Haqimi berjalan menghampiri dan terus mengenggam hangat jemarinya. Mentari di Pantai Maleber merayap meninggi menghangatkan bumi. Menyambut lembut perasaan dua insane ang sarat dengan kerinduan yang tidak penah bernoktah.

Tamat

No comments:

Post a Comment